Rabu, 10 Juli 2013

*** Seri bullying story

At Kindergaten

Kulangkahkan kaki kecilku menuju ruangan yang tidak terlalu besar, dan disambut oleh seorang perempuan dewasa cantik dan memperkenalkan aku pada seisi kelas kemudian mengantarkan aku pada satu tempat duduk.

"Mulai saat ini Nada ini kursi belajarmu" Ujarnya sambil tersenyum. Perempuan itu menyebutkan dirinya guru tepatnya Bu Maya, aku harus memanggilnya.

Sedikit bingung tapi aku merasa harus mengikuti semua yang dikatakan Bu Maya. Kususuri seluruh ruangan perlahan tidak banyak anak seperti aku diruangan ini. Perlahan aku menghitung satu..dua.. 15 anak. Beruntung aku sudah bisa berhitung sampai 20 saat ini. Mulai saat ini, aku mulai kegiatan baruku yaitu sekolah, berada di ruangan ini setiap pagi.
Sekolah itu apa ya? tanyaku dalam hati.

"Anak-anak semua belajarnya sampai disin dulu ya, sampai ketemu besok. Selamat siang anak-anak." "Selamat siang Bu Maya" koor seisi ruangan serempak. Aku hanya terdiam, mencoba mencerna.

Besok aku harus mengatakan itu bebarengan dengan yang lain, batinku. Aku keluar dari ruangan itu dan berjalan  menuju rumah. Karena jarak antara rumah dan sekolah dekat hanya berjarak satu blok maka aku sengaja dibiarkan pulang sendiri mengingat kesibukan orang tuaku yang keduanya mencari uang.

"Bocah jelek, menyingkir dari jalan ini" teriakan seorang bocah laki-laki dengan mendorong tubuh kecilku yang hampir tersungkur mengagetkan.
Sontak tubuhku bergetar ketakutan.
"Hey, kamu tuli?!! Pergi dari hadapanku, aku mau lewat jalan sini jelek" Sekali lagi bocah laki-laki itu mendorong tubuhku hingga aku terdorong cukup jauh.

Beruntung pertahananku sedikit kuat, aku hanya terdorong tapi tidak terjatuh. Tapi cukup membuatku mengeram kesakitan. Aku rasakan tubuhku membentur sesuatu di belakang. Aku menoleh sejenak, dan aku sudah berada didapan pintu sebuah rumah tua yang sudah ditumbuhi tanaman liar. Seketika kurasakan tubuhku bergetar lagi.
"Rumah kosong…"ujarku pelan "Haahahaha….." tawa menggelegar dari bocah laki-laki itu yang melihat wajahku ketakutan.
Rupanya bocah itu menangkap sinyal ketakutan dariku."Rumah itu rumah hantu." Jarinya menunjuk ke arah rumah yang berada tepat dibelakangku.
"Hantu itu besar dan hijau. Pintunya bisa terbuka sendiri dan suka nyeret bocah jelek sepertimu masuk ke dalam. Percayalah kamu ga akan bisa kembali setelah masuk ke dalam. Haahhahaha.
" Perlahan kumelirik kebelakang. tubuhku melemas dan cairan bening mulai membasahi pipiku. Aku berusaha keras bangun dan kulangkahkan kakiku yang merasa berat hingga akhirnya aku bisa berlari menuju rumahku..

Sejak hari itu Aku tidak ingin kembali ke sekolah. Bayangan peristiwa itu selalu terngiang di kepalaku dan membuat tubuhku bergemetar seketika.
"Aku tidak akan kembali ke tempat itu" janjiku dalam hati.
Ibuku mulai cemas denganku, karena tidak mau lagi pergi ke sekolah.

Pernah sekali ibuku berhasil membawaku kembali ke sekolah dengan syarat ibuku tetap berada didekatku. Aku mulai melangkahkan kakiku kembali ke ruang itu dengan tanganku mencengkram erat ujung baju ibuku. "Nak, ibu temani dari luar kelas ya, janji ga akan kemana-mana.
" Seketika tubuhku menegang. Alih-alih kulepaskan bajunya, cengkramanku semakin kuat dan menjadi-jadi. Ibuku mencoba melepaskan cengkraman tanganku dari bajunya. Aku hanya melihatnya tajam tanpa berkata apa-apa.
"Iya, ga papa ada Bu Maya ga usah takut ya. sekarang waktunya belajar, ibu nada nunggu di luar kelas sebentar ya." Ujar Bu Maya membujukku sambil mengelus lembut kepalaku. "Aaaaaaaaaaaaaaaaaa…………." aku berteriak sekencang-kencangnya.

Seketika aku menepis kasar tangannya secara kasar dan Ternyata reflekku terhadap sentuhan Bu Maya terlihat sangat tidak biasa. Entahlah. Aku hanya menjerit sejadi-jadinya hingga mataku melotot dan memerah. Ibuku yg ingin melepaskan cengkramanku seketika menarikku ke dalam pelukannya, menggendongku dan membawaku menjauh dari kelas.

"Maaf bu Maya, sepertinya belum mau diajak" Ucap ibuku singkat.
"Ya ga paap bu, hati-hati.." Jawabnya pelan
"Ya… sudah kita pulang ya nak,, berhentilah menangis.. cup…cup…." Cairan bening kembali mengguyur pipiku.

aku membenamkan kepalaku dalam pundak ibuku dan menutup mataku dan aku sudah merasa dialam mimpi.

Saat itu, aku sadar kalau reflek yg aku tunjukkan berbeda dengan anak kecil lainnya. Anak kecil lainnya, merasa senang ketika dibelai lembut rambutnya, dicium pipi chubynya.

Berbeda denganku sentuhan orang bagaikan sengatan listrik yg membuat tubuhku menegang dan aku tidak akan bisa mengontrol tubuhku lagi.
Entah aku akan menjerit atau mengerang. aku tidak bisa terpegang oleh siapapun kecuali Ibuku. Apabila orang lain atau bahkan sanak saudara memegang bagian dari tubuhku secara refleks bertindak anarkis, meronta dan menangis.
Tak jarang aku akan menendang atau bahkan menggigit sampai meninggalkan bekas luka. Mungkin bisa dikatakan Aku menjadi sedikit buas.

Ketidakstabilanku berdampak pada kesehatan juga. Tidak jarang ketika aku merasa ketakutan dan terancam suhu tubuhku ikut meningkat.
Sering kurasakan tubuhku lemas dan tubuhku menggigil.

Suatu ketika aku merasa berada di ruang es, aku menggigil kedinginan. Pandanganku kabur, samar-samar kurasakan tubuh ibuku mendekat dan memelukku.

"Nak, kamu panas sekali.. nada…nada…" Kudengar jelas suara ibuku memanggil terus namaku, tapi tubuhku tak bisa kukontrol dan terus menggigil.
"Pak, bawa ke rumah sakit aja, khawatir step. dia sudah menggigil seperti ini."
"Iya bu, sini aku gendong. Kita langsung bawa ke rumah sakit."

Aku bingung dengan apa yang kurasakan. Aku merasa berada di dunia lain yang semua nya aneh. Batu besar banyak mengelilingiku dan tembok-tembok besar itu semakin tinggi dan berjalan mengikutiku. Kepalaku sangat berat dan aku merasa tertindih.
Dan Semua gelap…
Inikah akhir dari semuanya….