2.1
Efek
Radiasi Elektromagnetik Terhadap Kesehatan Manusia
Efek dari paparan radiasi elektromagnetik sejauh ini tidak ada bukti
konklusif atau koneksi yang dapat disimpulkan. Badan WHO Internasional untuk
Penelitian Kanker (IARC) ulasan penelitian yang berkaitan dengan karsinogen
dari EMFs statis dan frekuensi sangat rendah menggunakan klasifikasi IARC
standar yang beratnya sampai manusia, hewan dan bukti laboratorium, bidang ELF
diklasifikasikan sebagai kemungkinan karsinogenik pada manusia. Klasifikasi ini
digunakan pada manusia dan kurang ada bukti yang cukup untuk hewan eksperimental.
Bukti untuk semua kanker lainnya pada anak-anak dan orang dewasa, serta jenis
paparan dianggap tidak memadai untuk mengklasifikasikan karena informasi ilmiah
tidak mencukupi atau tidak konsisten. Sejumlah penelitian epidemiologi
menunjukkan peningkatan kecil dalam risiko leukimia dengan paparan frekuensi
rendah medan magnet di rumah. Meskipun banyak penelitian, bukti efek apapun
tetap sangat kontroversial. Namun, jelas bahwa jika medan elektromagnetik
memiliki efek pada kanker, maka setiap peningkatan risiko akan sangat kecil.
Berbagai pengaruh lingkungan menyebabkan efek biologis. 'Efek biologis'
tidak sama dengan 'bahaya kesehatan'. Penelitian khusus yang diperlukan untuk
mengidentifikasi dan mengukur bahaya kesehatan. Pada frekuensi rendah, medan
listrik dan magnet luar menyebabkan arus beredar kecil dalam tubuh. Dalam
lingkungan hampir semua biasa, tingkat arus induksi dalam tubuh terlalu kecil
untuk menghasilkan efek yang jelas. Iritasi mata umum dan katarak terkadang
telah dilaporkan pada pekerja yang terpapar tingkat tinggi frekuensi radio dan
radiasi gelombang mikro, tetapi penelitian pada hewan tidak mendukung gagasan
bahwa bentuk kerusakan mata dapat diproduksi pada tingkat yang tidak termal
berbahaya. Tidak ada bukti bahwa efek ini terjadi pada tingkat yang dialami
oleh masyarakat umum.
Efek
biologik merupakan respon yang terukur terhadap rangsangan atau perubahan
lingkungan. Perubahan ini tidak selalu berbahaya bagi kesehatan. Tubuh memiliki
mekanisme canggih untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
Perubahan yang sedang berlangsung merupakan bagian normal dari kehidupan kita.
Tapi, perubahan yang irreversibel dan stres sistem untuk jangka waktu yang lama
dapat menimbulkan bahaya kesehatan.
Akan tetapi, radiasi elektromagnetik dengan frekuensi rendah tidak
efektif untuk membangkitkan tanggapan biologis, karena dua alasan. Komponen
listrik itu tidak dapat menembus cukup dalam pada spesimen, karena adanya
ion-ion bebas yang terdapat di dalam cairan tubuh. Keadaan ini menyebabkan
bagian dalam organisme hidup itu berperilaku seperti suatu penghantar listrik,
yang berakibat lingkungan dalam organisme itu terlapisi dengan permukaan muatan
bergerak. Lagi pula, komponen magnetik radiasi dapat menembus jaringan, tetapi
permeabilitas medium ini sangat menyerupai ruang hampa, sehingga tidak mungkin
terjadi efek polarisasi magnetik, namun apabila terpapar secara kronis akan
memberi manifestasi klinik yang berbeda.
Efek
dari paparan radiasi elektromagnetik dapat secara langsung atau tidak langsung masuk
ke dalam tubuh manusia. Disadari ataupun tidak gelombang elektromagnetik selalu
ada di lingkungan tempat tinggal manusia dan tidak dapat dihindarkan. Gelombang
elektromagnetik memancar dari hampir semua peralatan elektronik rumah tangga
yang berarti paparan berbagai frekuensi gelombang elektromagnetik (EMF) yang
kompleks telah terjadi setiap hari. Dengan demikian, EMF sedikit banyak telah
memberikan efek kesehatan bagi tubuh manusia. Tingkat paparan gelombang EMF
dari berbagai frekuensi berubah secara signifikan sejalan dengan berkembangnya
teknologi serta penemuan peralatan EMF. Begitu juga pada efek kesehatan yang
ditimbulkan oleh EMF akan berbeda tergantung pada jenisnya. Menurut Swamardika
(2009) secara garis besar, radiasi total yang diserap oleh tubuh manusia adalah
tergantung pada beberapa hal antara lain:
1. Frekuensi
dan panjang gelombang medan elektromagnetik
2. Polarisasi
medan elektromagnetik
3. Jarak
antara badan dan sumber radiasi elektromagnetik
4. Keadaan
paparan radiasi, seperti adanya benda lain disekitar sumber radiasi
5. Sifat-sifat
elektrik tubuh. Hal ini sangat tergantung pada kadar air didalam tubuh, radiasi
akan lebih banyak diserap pada media dengan konstan dielektri tinggi seperti
otak, otot dan jaringan lainnya dengan kadar air tinggi
2.3.1 Radiasi
elektromagnetik telepon seluler
Beberapa penelitian memberikan wawasan baru berkaitan dengan hubungan
potensial antara penggunaan ponsel dan kanker otak. Analisis efek jangka
panjang yang potensial ditandai dengan ketergantungan dosis dan mengungkapkan
divergen hasil dengan metrik dosis yang berbeda. Secara keseluruhan, analisis
sinoptik mendukung kesimpulan tentang risiko kesehatan RF EMF dari
telekomunikasi seluler (Leitgeb, 2014).
Dampak radiasi elektromagnetik telepon seluler terhadap tubuh manusia
menurut beberapa penelitian ternyata mempunyai kemiripan dengan dampak radiasi
elektromagnetik yang ditimbulkan oleh radar. Pesawat radar sejauh ini telah
diduga mempunyai dampak terhadap manusia yang berada pada sekitar instalasi
radar. Dampak tersebut adalah kemampuan radar mengagitasi molekul air yang ada
dalam tubuh manusia. Perlu diingat bahwa sel-sel yang terdapat dalam tubuh
manusia sebagian besar mengandung air, maka dampak agitasi terhadap molekul air
perlu mendapat perhatian yang seksama. Menurut para ahli, untuk waktu kontak
yang cukup lama, ada kemungkinan terjadi sterilisasi terhadap organ reproduksi. Meningkatnya penggunaan telepon seluler
di masyarakat tentunya akan memberikan dampak karena semakin tinggi intensitas
penggunaan telepon seluler, maka makin tinggi pula intensitas paparan radiasi
gelombang yang diterima tubuh.
Menurut The National Radiological Protection Board (NPRB) di dalam
Swamardika (2009) efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik
dari telepon seluler dibagi menjadi dua antara lain:
1. Efek fisiologis
Efek fisiologis merupakan
efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik tersebut yang
mengakibatkan gangguan pada organ-organ tubuh manusia berupa, kangker otak dan
pendengaran, tumor, perubahan pada jaringan mata, termasuk retina dan lensa
mata, gangguan pada reproduksi, hilang ingatan, kepala pening.
2. Efek psikologis
Merupakan efek kejiwaan yang
ditimbulkan oleh radiasi tersebut misalnya timbulnya stress dan ketidaknyamanan
karena penyinaran radiasi secara berulang.
Mandasari et al. (2014) menyatakan radiasi telepon seluler bisa
menimbulkan dua macam efek pada tubuh,antara lain:
1. Efek
thermal
Efek ini berkaitan dengan
panas yang dihasilkan oleh telepon selular dan dihantarkan pada tubuh. Panas
dari telepon seluler dihasilkan oleh gelombang elektromagnetik. Ketika seseorang menggunakan telepon
selular, kebanyakan mereka akan
merasakan efek panas ini pada permukaan kulit mereka.
2. Efek
non-thermal
Berdasarkan penelitian yang
diterbitkan oleh The Journal of the
American Medical Association, paparan sinyal radio yang terlalu sering pada
otak bisa menyebabkan peningkatan metabolisme glukosa. Efek non-thermal juga bisa menyebabkan beberapa
masalah berikut ini: Penyumbatan aliran
darah ke
otak, Kanker,
Efek kognitif, Hipersensitif terhadap elektromagnetik seperti sensasi kesemutan pada kulit kepala,
sakit kepala, pusing, atau kesulitan berkonsentrasi, Kelainan tidur,
Masalah perilaku.
Menurut Kobb di dalam Swamardika (2009) telepon seluler (ponsel)
mentransmisikan dan menerima sinyal dari dan ke substasiun yang ditempatkan di
tengah kota. Substasiun yang menerima sinyal paling jernih dari telepon seluler
memberikan pesan ke jaringan telepon local jarak jauh. Jaringan Personal
Communication Services (PCS) mirip dengan system telepon seluler. PCS menyediakan
komunikasi suara dan data didesain untuk menjangkau daerah yang luas. Pita
frekuensi 800 sampai dengan 3000 MHz telah dijatahkan untuk peralatan
komunikasi ini karena telepon seluler atau unit PCS harus berhubungan dengan
substasiun yang diletakkan beberapa kilometer jauhnya, pancaran dari peralatan ini
harus cukup kuat untuk memastikan sinyalnya bagus. Peralatan ini memancarkan
daya sekitar 0,1 sampai dengan 1,0 W. Tingkat daya dari antena ini aman untuk
kesehatan kepala (Fischetti di dalam Swamardika, 2009).
Swamardika (2009) menyatakan para ahli mengungkapkan radiasi yang ditimbulkan
ponsel tidak seratus persen bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap
manusia, mengingat masih banyak orang yang masih setia menggunakan piranti wireless
ini untuk memudahkan aktifitasnya dan tidak terjadi efek kesehatan yang berarti.
Sesungguhnya setiap ponsel memiliki spesifikasi ukuran banyaknya energi
gelombang mikro yang dapat menembus ke dalam bagian tubuh seseorang tergantung
pada seberapa dekat ponsel dengan kepala. Paling tidak kurang lebih sebanyak 60
persen dari radiasi gelombang mikro yang diserap dan menembus daerah sekitar
kepala. Pengukuran kadar radiasi sebuah ponsel umumnya disebut dengan Specific
Absorption Rate (SAR). Pengukur energi radio frekuensi atau RF yang diserap
oleh jaringan tubuh pengguna ponsel bisa dinyatakan sebagai units of watts
perkilogram (W/kg). Batas SAR yang ditetapkan oleh ICNIRP adalah 2.0W/kg (watts
per kilogram). Sementara The Institute of Electrical and Electronics
Engineers (IEEE) juga telah menetapkan sebuah standart baru yang digunakan
oleh negara Amerika dan negara lain termasuk Indonesia adalah dengan
menggunakan batas 1.6W/kg.
Husain dan Nabawiyati (2012) menyatakan radiasi elektromagnetik yang
dihasilkan oleh gelombang telepon seluler dapat berpotensi menimbulkan gangguan
kesehatan apabila seseorang terpajan melampaui ambang batas pemajanan. Hal
tersebut disimpulkan melalui penelitian eksperimental terhadap sistem imunitas
mencit (Mus musculus) dengan mengukur diameter pulpa putih limpa yang menunjukkan
bahwa diameter pulpa putih limpa pada mencit yang diberi perlakuan tampak lebih
besar bila dibandingkan dengan mencit kontrol secara signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa antara kelompok perlakuan radiasi gelombang telepon seluler
dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna, khususnya pada kelompok CDMA.
Disimpulkan bahwa radiasi elektromagnetik mempunyai efek mengaktivasi sistem
imun di daerah perifer.
Berbeda dengan pendapat Battung et
al (2013) menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara radiasi
gelombang elektromagnetik telepon seluler terhadap fungsi pendengaran. Hal
tersebut, sesuai dengan hasil penelitiannya menggunakan pengujian audiometri
yang menunjukkan mahasiswa yang mengalami gangguan pendengaran ringan pada
telinga kiri sebanyak delapan orang (20%) dan sisanya yaitu 32 orang (80%)
tidak mengalami gangguan pendengaran. Sedangkan, mahasiswa yang mengalami
gangguan pendengaran ringan pada telinga
kanan sebanyak tiga orang (7.5%) sedangkan sisanya yaitu 37 orang (92.5%) tidak
mengalami gangguan pendengaran.
2.3.2 Radiasi
elektromagnetik dari saluran transmisi tenaga listrik
Hingga saat ini, belum ada kesepakatan dari para ahli kesehatan dunia
mengenai efek SUTET terhadap kesehatan, termasuk kanker dan tumor pada anak dan
orang dewasa. Sangat sulit membuktikan hubungan sebab akibat antara efek SUTET
dengan kesehatan manusia karena manusia tidak bisa dijadikan objek penelitian
yang bersifat percobaan (eksperimental). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
selama ini, gangguan kesehatan yang sering dikeluhkan masyarakat, seperti
pusing, nyeri otot, gatal pada kulit, sesak nafas, susah tidur, berdebar,
gangguan penglihatan dan lain-lain, merupakan gangguan psikosomatik yang
bersifat subyektif. Gangguan psikis yang sangat populer dewasa ini berhubungan
dengan SUTET disebut dengan elektromagnetik hipersensitivity, sebenarnya merupakan gangguan stres yang berlebihan yang
dihubungkan dengan banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk faktor sosial.
Berdasarkan hasil penelitian tentang medan magnet dan medan listrik yang ada di
daerah pemukiman jalur SUTET, seperti
jalur Saguling-Cibinong, Bandung Selatan-Ungaran dan Cirata-Cibatu II, ditemukan
angka yang sangat jauh dari Nilai Ambang Batas yang ditentukan IRPA, INIRC dan
WHO 1990 yaitu sebesar 0,1 mT (medan magnet) dan 5 kV/m (medan listrik). Nilai
untuk medan Magnet tiga wilayah tersebut paling tinggi hanya mencapai 0,009 mT
dan nilai medan listriknya hanya mencapai 3 kV/m (Swamardika, 2009).
Menurut Haryono (2013) keberadaan SUTTET-500 kV secara nyata
meningkatkan intensitas paparan medan listrik dan medan magnet ELF di
lingkungan, namun masih berada di bawah nilai ambang batas paparan menurut WHO.
Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa beberapa indikator keluhan kesehatan
antara lain banyak peluh, gangguan tidur, rasa mual (naosea), sakit kepala,
sulit bernapas dan vertigo di wilayah terpapar secara statistik terbukti lebih
tinggi. Faktor dominan yang berperan terhadap timbulnya keluhan kesehatan
tersebut adalah rasa khawatir dan takut yang berkepanjangan terhadap risiko
bahaya atas kondisi fisik bangunan jaringan dan tower SUTTET-500 kV. Faktor
risiko tersebut antara lain: 1) andongan jaringan yang semakin rendah beresiko
membahayakan keselamatan penduduk, 2) adanya percikan bunga api pada kabel
jaringan saat hujan tiba, 3) timbulnya bunyi mendengung saat malam hari, 4)
risiko sambaran petir pada Tower, 5) luahan arus listrik pada peralatan rumah
tangga. Selain itu, kebiasaan merokok, status gizi keluarga dan permasalahan
rumah tangga merupakan faktor risiko yang tidak dapat di abaikan. Adanya
perbedaan proporsi keluhan anoreksia, kram perut, kegerahan, dan mudah lelah
antara kelompok terpapar dan kelompok kontrol bukan disebabkan adanya perbedaan
intensitas paparan medan listrik mupun medan magnet, namun kemungkinan karena
faktor kecemasan yang dialami oleh penduduk yang bertempat tinggal di bawah
jaringan. Pada umumnya penduduk yang bertempat tinggal di bawah jaringan lebih
mencemaskan dampak keberadaan jaringan daripada dampak medan listrik dan medan
magnet, hal tersebut mengingat sering dijumpai kejadian seperti timbulnya
percikan bunga api pada konduktor saat hujan tiba dan suara gemuruh saat ada
angin juga kadang timbul ledakan pada tower. Rasa cemas secara berkepanjangan
yang dialami penduduk yang bertempat tinggal di bawah SUTET-500 kV kemungkinan
dapat berpengaruh terhadap status kesehatannya.
2.3.3 Radiasi
elektromagnetik dari menara pemancar seluler
Athena dan Hananto (2013) dampak radiasi gelombang radio terhadap
kesehatan manusia, tidak lepas dari energi yang dihasilkan oleh perangkat
tersebut. Pancarannya selalu mengikuti kaidah pancaran radiasi gelombang
elektromagnetik sesuai dengan spektrum elektromagnetik yang dikelompokkan
berdasarkan panjang gelombang, frekuensi, serta efeknya. Selain efek radiasi
yang ditimbulkan, pemancar berfrekuensi tinggi ini juga menghasilkan efek
termal di sekitar pemancarnya. Semakin tinggi frekuensi suatu pemancar, semakin
tinggi pula panas yang dihasilkan. Sebagai contoh, pemancar berfrekuensi 1.900
MHz dapat menghasilkan panas sampai 2000C dalam radius dua meter.
Hasil menunjukkan bahwa sekitar 60% responden mempunyai keluhan kesehatan yang
bersifat umum seperti pusing/sakit kepala,
batuk dan demam, menderita penyakit degeneratif seperti darah tinggi, stroke,
dan diabetes mellitus (DM). Keluhan tersebut sulit dikaitkan dengan pajanan
medan elektromagnetik yang berasal dari base
transceiver stadion (BTS), karena selain tidak spesifik juga belum
diketahui target organ dari pajanan medan elektromagnetik. Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian tentang dampak radiasi maupun efek termal dari
BTS sebelumnya yang masih kontroversial. Hasil penelitian di beberapa negara menyebutkan
bahwa tidak ada hubungan antara paparan gelombang ektromagnetik yang berasal dari
BTS GSM atau CDMA dengan penyakit kanker dan beberapa gangguan fisik dan
kognitif. Hasil workshop WHO tahun
2005 tentang pajanan dan konsekuensi kesehatan dari BTS yang meliputi studi
efek termal dari medan elektromagnetik yang berasal dari BTS, studi tentang
hipersensitif karena medan elektromagnetik
dari BTS, studi epidemiologi kriteria dosis untuk pajanan dari BTS menunjukan
bahwa hasil-hasil penelitian
maupun kajian tersebut masih belum konsisten. Akan tetapi penelitian lain menyatakan
bahwa diantara anggota rumah tangga di sekitar BTS mempunyai riwayat tumor.
Menurut Goel, Aaruni et al dalam Athena dan Hananto (2013) menyatakan
bahwa pajanan medan elektromagnetik dari telepon seluler termasuk BTS perlu
diperhatikan karena mempunyai efek termal yang dapat berpengaruh terhadap
kesehatan. Masih kontroversialnya hasil penelitian tentang pengaruh radiasi
dari BTS, tidak berarti bahwa hal tersebut tidak menimbulkan masalah kesehatan;
karena konsensus International Scientific Community menyebutkan
bahwa energi dari BTS sangat kecil
kemungkinannya untuk menimbulkan risiko kesehatan sepanjang tidak kontak secara
langsung; tetapi dalam konsensus tersebut juga disebutkan bahwa hal tersebut
perlu diwaspadai karena BTS mempunyai energi dan karakteristik yang sangat
bervariasi.
Penelitian toksikologi elektromagnetik pada BTS mengenai potensi stres
oksidatif merangsang medan elektromagnetik non-termal pada tikus. Terdapat tiga bentuk paparan yaitu, gelombang terus
menerus, atau modulasi pada 900 MHz atau termodulasi GSM-nonDTX. Radiasi
frekuensi radio (RFR) adalah 1800 MHz, radiasi penyerapan spesifik (SAR)
(0,95-3,9 W / kg) untuk 40 dan / atau 60 hari terus menerus. Pada 40 hari,
radiasi elektromagnetik gagal mendorong perubahan yang signifikan. Namun, pada
60 hari terpapar mennjukkan penurunan pada nikotinamida adenin dinukleotida
fosfat (NADPH) dan askorbat peroksidasi lipid terkait (PUT) dengan penurunan
seiring dalam sistem pertahanan antioksidan enzimatik mengakibatkan penurunan
residu glukosa. Studi ini menunjukkan beberapa perubahan biokimia yang mungkin
terkait dengan paparan memperpanjang medan elektromagnetik dan hubungannya
dengan aktivitas sistem antioksidan. Oleh karena itu, penilaian secara reguler
dan deteksi dini pada sistem pertahanan antioksidan antara orang-orang yang
bekerja di sekitar BTS disarankan (Achudume, 2010).
Terdapat beberapa dampak negatif yang bisa ditimbulkan akibat radiasi
yang berlebihan dari ponsel dan menara BTS
antara lain:
1. Risiko
kanker otak pada anak-anak dan remaja meningkat 400 persen akibat penggunaan
ponsel.
2. Penggunaan
ponsel 30 menit/hari selama 10 tahun dapat meningkatkan risiko kanker otak dan
acoustic neuroma (sejenis tumor otak yang bisa menyebabkan tuli).
3. Radiasi
ponsel juga berbahaya bagi kesuburan pria. Menurut penelitian, penggunaan
ponsel yang berlebihan bisa menurunkan jumlah sperma hingga 30 persen.
4. Frekuensi
radio pada ponsel bisa menyebabkan perubahan pada DNA manusia dan membentuk
radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan karsinogen atau senyawa
yang dapat memicu kanker.
5. Frekuensi
radio pada ponsel juga mempengaruhi kinerja alat-alat penunjang kehidupan (live
saving gadget) seperti alat pacu jantung. Akibatnya bisa meningkatkan risiko kematian
mendadak.
6. Sebuah
penelitian membuktikan produksi homon stres kortisol meningkat pada penggunaan
ponsel dalam durasi yang panjang. Peningkatan kadar stres merupakan salah satu
bentuk respons penolakan tubuh terhadap hal-hal yang membahayakan kesehatan.
7. Medan
elektromagnet di sekitar menara BTS dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Akibatnya tubuh lebih sering mengalami reaksi alergi seperti ruam dan
gatal-gatal.
8. Penggunaan
ponsel lebih dari 30 menit/hari selama 4 tahun bisa memicu hilang pendengaran
(tuli). Radiasi ponsel yang terus menerus bisa memicu tinnitus (telinga
berdenging) dan kerusakan sel rambut yang merupakan sensor audio pada organ
pendengaran.
9. Akibat
pemakaian ponsel yang berlebihan, frekuensi radio yang digunakan (900 MHz, 1800
MHz and 2450 MHz) dapat meningkatkan temperatur di lapisan mata sehingga memicu
kerusakan kornea.
10. Emisi
dan radiasi ponsel bisa menurunkan kekebalan tubuh karena mengurangi produksi
melatonin. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan tulang
dan persendian serta memicu rematik.
11. Risiko
kanker di kelenjar air ludah meningkat akibat penggunaan ponsel secara
berlebihan.
12. Medan
magnetik di sekitar ponsel yang menyala bisa memicu kerusakan sistem syaraf
yang berdampak pada gangguan tidur. Dalam jangka panjang kerusakan itu dapat
mempercepat kepikunan.
13. Medan
elektromagnetik di sekitar BTS juga berdampak pada lingkungan hidup. Burung dan
lebah menjadi sering mengalami disorientasi atau kehilangan arah sehingga mudah
stres karena tidak bisa menemukan arah pulang menuju ke sarang.
2.3.4 Radiasi
elektromagnetik dari transportasi listrik
Besarnya tegangan listrik yang digunakan untuk menjalankan sistem Kereta
Rel Listrik KRL secara serentak mengakibatkan timbulnya radiasi medan
elektromagnetik (EM). Jika besarnya radiasi EM tersebut melampaui ambang batas
dari standar yang ditentukan maka akan mengakibatkan efek yang tidak diinginkan
bagi lingkungan dan manusia. Di dalam sistem perkeretaapiaan, banyak sekali
komponen-komponen yang memakai peralatan elektronika, seperti generator untuk
membangkitkan listrik yang menghasilkan tenaga pada kereta, peralatan transformer pengubah tegangan tinggi dan rendah, peralatan listrik
converter dan rectifier, peralatan telekomunikasi, peralatan signaling (kontrol
sinyal kereta), dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, sebenarnya kereta
sangat rentan terhadap gangguan EM dan juga sangat berpengaruh memberikan emisi
EM terhadap lingkungannya yang dihasilkan dari komponen yang ada pada kereta
itu sendiri. Tingkat radiasi yang dihasilkan tertinggi terjadi pada frekuensi
936 MHz dengan kuat medan sebesar 48,59 dBμV/m pada polarisasi antena
horizontal sehingga pancaran emisi EM besarnya masih di bawah ambang batas yang
diperkenankan Ardiatna et al (2010). Dapat disimpulkan bahwa radiasi
elektromagnetik pada transportasi listrik belum dapat memberikan efek kesehatan
bagi manusia. Dapat dilihat pada gambar 3 yang merupakan gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan oleh kereta api listrik.

Gambar 3. Gelombang Elektromagnetik yang dipancarkan Kereta Api
Sumber: Ardiatna et
al (2010)
Izin copas min :)
BalasHapus